Lagi-lagi toko obat berkedok warung kelontong merajalela, hal ini sudah menjadi lumrah bagi aparatur penegak hukum setempat, sehingga para pengedar obat-obatan bebas menjual di antaranya Jombang Tangerang Selatan, Jln RE Martadinata kecamatan Ciputat Tangerang Selatan,Jln raya Parung ,Ciputat pondok cabe Tangerang Selatan. Sabtu (24/08/2024) Wib
Sungguh sangat memprihatinkan jika generasi muda penerus bangsa, membeli obat yang seharusnya memakai resep dokter namun di perjual belikan dengan bebas di wilayah hukum Polres Tangerang Selatan .
Kenakalan remaja saat ini semakin mengkhawatirkan. Tak hanya aksi kekerasan seperti tawuran, mereka juga melakukan kenakalan lain berupa penyalahgunaan obat-obatan. Biasanya mereka menggunakan obat tertentu yang ada di warung-warung yang secara mudah didapatkan.
Selain mencari tantangan, para remaja yang menyalahgunakan obat salah satunya disebabkan oleh faktor ekonomi. Karena tak mampu membeli sabu atau ekstasi yang harganya lebih mahal, mereka mencari alternatif dengan mengoplos obat-obatan. Agar mendapatkan sensasi serupa, obat tersebut ditambah dosisnya.
Dari sisi hukum, sudah di jelaskan baik pengguna maupun pengedar obat ilegal bisa dikenakan tindakan hukum. Pengguna penyalahgunaan obat dikenakan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Sementara untuk pengedar bisa dikenakan Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen (UU No. 8 tahun 1999).
Seharusnya pihak Aparat Penegak Hukum (APH) APH harus menerapkan Undang-Undang Kesehatan yakni UU No 36 tahun 2009 karena merusak kesehatan. Bisa juga terkena Undang-Undang Perlindungan Konsumen karena penjualnya menjual obat-obat berbahaya tanpa izin kalau tidak ada izin. Kalau dia berizin berarti orang lain yang menyalahgunakan, berarti UU Kesehatan, karena penjualan bebas obat obatan Type G ini bisa merusak masa depan Generasi muda penerus bangsa
Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan, pengguna yang meracik obat tanpa memiliki keahlian dikenakan Pasal 197 dan 198.
Ada juga Pasal 197 berbunyi
“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar”.
Juga Pasal 198 berbunyi.
“Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100 juta”.
Saat di mintai keterangan setiap warung berkedok kelontong dan kosmetik, menurut pengakuan penjaga sudah kordinasi ke APH setempat bahkan ada beberapa oknum media yang selalu datang kami kondisikan.
ujar penjaga toko saat dimintai keterangan oleh awak media jurnalfakta1.com