Cilegon, jurnalfakta1.com – Wakil Ketua DPRD Provinsi Banten, Budi Prajogo, menjadi pusat perhatian publik setelah memo berisi titipan siswa dalam proses seleksi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) salah satu SMA Negeri di Kota Cilegon tersebar luas di media sosial. Memo tersebut memuat tulisan tangan bertajuk “Memo mohon dibantu dan ditindaklanjuti,” lengkap dengan nama, jabatan, tanda tangan, serta cap resmi DPRD Provinsi Banten.
Munculnya memo ini memicu gelombang kritik dari berbagai kalangan yang mempertanyakan integritas dan transparansi dalam pelaksanaan SPMB. Banyak pihak menilai tindakan tersebut sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang yang mencederai prinsip keadilan dalam penerimaan siswa.
Klarifikasi Budi Prajogo
Dalam konferensi pers yang digelar pada Sabtu (28/6/2025), Budi memberikan penjelasan terkait insiden tersebut. Ia mengklaim bahwa memo itu bukan inisiatif pribadinya melainkan hasil tindakan staf di lingkup DPRD.
“Staf datang ke saya meminta tanda tangan saja. Mengenai stempel dan foto, itu dilakukan staf tanpa sepengetahuan saya. Saya juga tidak kenal siswa maupun keluarganya, hanya mendengar cerita bahwa siswa itu dari keluarga kurang mampu,” jelas Budi.
Ia juga menegaskan bahwa tujuannya hanya ingin membantu siswa berdasarkan informasi yang disampaikan staf, tanpa bermaksud melakukan intervensi kepada pihak sekolah. “Diterima atau tidaknya, semua saya serahkan kepada mekanisme sekolah. Tidak ada tekanan apa pun dari saya,” imbuhnya.
Realitas di Lapangan
Namun, kenyataan berkata lain. Nama siswa yang disebut dalam memo tersebut tidak berhasil lolos seleksi SPMB 2025/2026. Siswa tersebut tergeser oleh sistem seleksi jalur domisili yang mengutamakan nilai rapor dan lokasi tempat tinggal.
Fakta ini memicu sorotan lebih tajam dari publik, yang menganggap upaya tersebut sebagai bentuk praktik titipan yang mengganggu sistem seleksi. Banyak pihak mempertanyakan apakah tindakan serupa pernah terjadi sebelumnya dan sejauh mana transparansi DPRD dalam menjalankan fungsinya.
Permintaan Maaf dan Janji Perbaikan
Budi mengakui bahwa tindakannya merupakan sebuah kesalahan. Ia menyampaikan permintaan maaf secara terbuka. “Saya meminta maaf kepada seluruh pihak atas kegaduhan yang terjadi. Ini menjadi pelajaran berharga bagi saya dan tim agar lebih hati-hati ke depannya,” ucapnya.
Ia juga berkomitmen untuk mengevaluasi kinerja stafnya dan memastikan insiden serupa tidak terulang. “Ini bukan hanya tentang saya, tapi tentang bagaimana menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap lembaga DPRD,” tambahnya.
Pentingnya Transparansi dan Integritas
Kasus ini kembali menegaskan pentingnya integritas dalam proses penerimaan siswa agar tetap transparan dan adil. Intervensi dari pihak mana pun, meski bermaksud membantu, dapat mencederai kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan.
Pengamat pendidikan, Dr. Nina Kartika, menyatakan, “Kasus ini harus menjadi momentum untuk memperkuat regulasi terkait penerimaan siswa, termasuk melarang keras segala bentuk intervensi dari pihak eksternal. Jika tidak, keadilan bagi siswa yang memenuhi syarat akan terus terancam.”
Kasus memo titip siswa ini menjadi peringatan nyata bahwa integritas pejabat publik harus terus diawasi demi menjaga kepercayaan masyarakat dan memastikan setiap kebijakan berjalan sesuai prinsip yang adil dan transparan.
Penulis : Bumi
Editor : Alam Chan

