Jurnalfakta1.com, Jombang | Pesantren dinilai selalu membawa pesan-pesan damai, kasih sayang, dan nilai-nilai moderasi beragama. Di tengah isu perpecahan dan keterbelahan Pasca Pemilu, pesan-pesan damai dari pesantren perlu digaungkan kepada masyarakat luas.
Demikian disampaikan Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama, Muhammad Ali Ramdhani dalam gelaran “Peacesantren, Pesan Damai dari Pesantren” di Pesantren Bahrul Ulum Jombang, Rabu (20/3/2024). Peacesantren diselenggarakan dalam bentuk Roadshow “Ngabuburit Ramadan 1445 H” di lima kota secara bergantian, yakni Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Yogyakarta, dan Jawa Tengah.
Menurut Ali Ramadhani, pesan-pesan damai, kasih sayang, dan moderasi beragama yang ada di pesantren lahir dari kedalaman para santri di dalam memahami agama.
“Semakin dalam seseorang memahami agama, maka perilakunya kepada orang lain akan semakin baik dan mampu menerima perbedaaan yang ada pada setiap individu manusia,” tuturnya.
Dia berharap pesantren istikamah menjunjung tinggi nilai-nilai perdamaian dan terus menerus menyebarkannya. Sebab pesan-pesan yang meneduhkan dari pesantren selalu ditunggu masyarakat.
Pesan damai dari pesantren, menurutnya, tidak hanya bisa digaungkan dalam bentuk ceramah atau nasihat, melainkan juga bisa disampaikan melalui ruang-ruang seni seperti musik. Untuk itu dalam event Peacesantren ini Kemenag menggandeng grup band Gigi dan Padi Reborn.
“Kedua grup band ini dinilai selalu tampil dengan mengedepankan ruang-ruang moderasi,” tukasnya.
Personil Gigi, Thomas Ramadhan menegaskan bahwa perdamaian dan penerimaan terhadap segala bentuk perbedaan merupakan cara mereka bertahan untuk berkarya selama 30 tahun.
“Kadang ada beda prinsip dan pandangan, tetapi dengan saling memahami kami alhamdulillah bisa berkarya bersama selama 30 tahun,” ujarnya.
Terkesan dengan pesantren, Dewa Budjana, salah satu personil Gigi, merasa nyaman setiap berkunjung ke pesantren. Ia mengaku, meski non Muslim dirinya tidak pernah mendapat perlakuan buruk dari pesantren.
“Seperti sekarang ini, walaupun di bulan puasa, saya tetap disuguhi makanan. Ini menunjukkan kalau pesantren sangat menghormati dan memperhatikan umat lain,” ucapnya.
Pengasuh Pesantren Bahrul Ulum Kiai Sholahul’am Notobuwono (Gus Aam) menuturkan bahwa nilai-nilai toleransi dan perdamaian di pesantren tidak hanya diajarkan melalui kata-kata, melainkan juga diterapkan sehari-hari dalam tindakan nyata.
“Sikap toleransi terhadap perbedaan yang terbangun di Pesantren Bahrul Ulum sudah mendarah daging,” jelas pria yang akrab disapa Gus Aam itu.
Toleransi itu terbangun karena santri-santri sudah terbiasa dengan keragaman. Mereka sehari-hari berkawan dan berinteraksi dengan teman seperjuangan yang berbeda suku, tradisi, dan bahasa.
“Perbedaan di pesantren adalah khazanah kekayaan yang harus dipertahankan dan tidak boleh dihilangkan menjadi satu warna,” pungkasnya.
(Red/Rls)