TANGERANG SELATAN – Orang tua terduga Pelaku dalam kasus penganiayaan anak di salah satu lembaga pendidikan di Kota Bogor menduga korban telah membuat pernyataan bohong melalui pernyataan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pengadilan negeri Bogor dalam sidang diversi pada Senin (8/1/2023), orang tua Korban menyangkal meminta uang 80 juta untuk mencabut Laporan Penghentian Kasus. Namun mengakui untuk membicarakan denda dalam pasal penganiayaan anak sebesar 72 juta .
Nurhayati, ibu dari terduga pelaku perkelahian anak menilai, korban dalam sidang melalui JPU telah membuat pernyataan bohong dengan mengatakan tersangka dipukuli hingga korban pingsan.
“JPU ngomong korban dipukulin, diinjak-injak Sampai pingsan ,itukan terlalu berlebihan , kemarin aja waktu diversi di polres dia (anak korban) ngakuin bahwa dia bocor karena jatuh bukan dipukulin ,padahal sebelumnya pengakuan dia karena dipukulin ,” kata Nur saat di temui di salah satu kafe daerah Tangerang selatan (9/11/2023).
Menurut Nur, ayah korban tidak memiliki nurani , meski putranya diurus oleh yayasan pondok tetapi mengancam akan menuntut pondok, meski pihak pondok sudah berusaha mendamaikan orang tua, Korban tetap bersikeras ingin tersangka keluar dan dihukum walau sudah meminta maaf dan mengajak berdamai.
“Ayah korban itu pernah meminta ,anak saya bersama tersangka lainnya supaya di keluarin dari sekolah dan pondok dengan memberikan dua pilihan pada pengurus pondok dikeluarkan anak-anak yang tiga orang ini atau akan melaporkan kejadian ini ke pihak berwajib, jika anak-anak (tersangka) tidak di keluarkan dan menuntut yayasan apalagi kita Sampai disuruh laporin pengurus pondok ke pihak yang berwajib, apakah pantas yang mengaku pegawai Komnas ham tapi mengesampingkan hak asasi anak,” tegasnya
Namun Nur mengakui bahwa apa yang dilakukan putra beserta temannya merupakan perbuatan yang tidak di benarkan.
“Saya tidak merasa apa yang di lakukan anak-anak benar, itu salah ,tapikan namanya anak-anak, kita orang tua mesti sama- sama sadar , kecuali setiap hari dia dipukulin berarti itu sudah jadi karakter anak -anak kami,” imbuhnya
Nur menceritakan awal kejadian perkelahian tersebut, bahwa itu di awali dari komitmen yang dibangun anak -anak santri kelas 9 agar menjaga nama baik kelas 9 tempat mereka bersekolah.
“Itukan awalnya ada kesepakatan, kalau ada diantara mereka yang melanggar aturan pondok dan bikin malu nama kelas mereka akan di hukum, nah si anak ini saat itu tidak hadir pas sholat Dhuha dan solat dhuhur padahal kan mereka (anak-anak kelas sembilan) dapat tugas dari pengurus yayasan untuk mengajar anak kelas 7 dan 8,tapi sudah 2 kali diabsen korban tidak ada dan ditemukan sedang main PS,makanya terjadi perkelahian itu, itupun tidak saya benarkan makanya kami minta maaf, biar objektif coba periksa catatan kenakalan korban di pondok,” jelasnya
Nur menceritakan, Pihak korban pernah meminta uang dengan nilai Puluhan juta namun karena Nur dan orang tua lainnya tidak sanggup.Sehingga orang tua Tersangka tidak bisa memberikan permintaan korban.
“Bapa korban pernah minta uang 80 juta itupun ketika kasus sudah berjalan lama di kepolisian dan dia akui kemarin waktu di pengadilan katanya uang itu buat pencabutan laporan atau berdamai,saya sudah mencoba menawar dengan angka 10 juta tapi dia bersikeras ingin 80 juta dibagi empat dengan yayasan,karena saya dan orang tua lain gak sanggup memenuhi permintaan pak Didi,kami hanya bisa pasrah,” katanya
“Harusnya pak Didi paham hal ini bisa mengganggu psikologis anak ,diakan kerja di Komnasham paham soal hak asasi anak,kita sama -sama sadar dan introspeksi diri dan sama -sama memperbaiki diri , bukan malah mau merampas hak asasi anak untuk belajar dan menjadi baik dengan meminta anak kami di keluarkan ,” tambah nur.
Nur mengancam akan kembali menuntut Korban jika ada pernyataan tersangka yang dinilai berbohong .
“Saya akan menuntut balik kalau ada pernyataan bohong yang disampaikan, buat saya mereka ada itikad untuk mencelakakan anak -anak kami dan masa depannya, biar dia paham seorang yang mengaku penggiat hak asasi manusia itu harus betul -betul komitmen dengan almamaternya ,”tukasnya.
Sementara itu orang tua korban, Didi Supandi , menyangkal pernyataan tersangka yang menyatakan bahwa tidak pingsan dan diinjak-injak ,ia mengklaim memiliki saksi bahwa anaknya diinjak-injak dan pingsan.
” Kita kembali ke alat bukti ,keterangan saksi memang peristiwanya seperti itu ,jadi anak saya itu dikeroyok hingga berdarah di pelipis bagian kanan luka empat jahitan kemudian dia pingsan ,saat diversi di kepolisian si pelaku salah satunya ada yang mengakui anak saya itu di tarik lehernya sehingga terbentur batu ,ibu yang ngobatin anak saya juga sempet ngomong anak saya ini pingsan,” kata Didi saat dikonfirmasi melalui telpon , Rabu (11/1/2023).
Didi menyangkal, pernah meminta uang sebesar 80 juta pada orang tua Tersangka, namun Didi mengakui pernah minta pihak tersangka dan pesantren untuk membicarakan prihal denda sebesar 72 juta karena pihak pesantren dinilai lalai dalam melakukan pengawasan.
“Itu Sih udah saya bantah ya ,anak itukan terkena pasal 76 c terkena penjara 3,5 tahun kalau denda sekitar 72 juta , kata saya begini kalau bicara undang undangkan segini silahkan tuh dikompromikan dengan pihak pesantren, pesantren inikan lepas tangan jadi maksud saya berempat itu di kompromikan juga, saya tidak menyebut angka,” ungkapnya
Soal permohonan maaf ,orang tua Tersangka , Didi mengaku sudah memaafkan namun bukan berarti menghentikan proses hukum
“Kalau tindak pidana itukan maaf itu tidak menghentikan pidana, yang jadi persoalan saya itu sikap orang tua Tersangka, nol besar katanya dia mau datang saya kasih alamat yang saya tuju mereka tidak pernah datang (kantor Komnasham).” Pungkasnya. (G/ Red)